BAB I
HIMPUNAN
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita terkadang dihadapkan banyak data, benda, ataupun
objek yang perlu kita olah. Untuk memudahkan pengolahan, biasanya benda atau
objek itu kita golongkan berdasarkan kriteria, sifat, bentuk, ciri-ciri, dst. Hasil
dari penggolongan di atas akan kita dapatkan kumpulan dari sejumlah objek atau
yang sering kita sebut sebagai himpunan.
Definisi
1.1 Himpunan
adalah kumpulan objek.
|
Dalam
matematika, penulisan suatu himpunan diawali dengan symbol ‘{’ dan diakhiri
dengan ‘}’.
Contoh 1.1 {…, -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3,…}
Dalam
modul ini, himpunan dilambangkan dengan huruf capital seperti A, B, C, dst, sedangkan elemen atau
anggota dari suatu himpunan dilambangkan dengan huruf kecil seperti a, b, c, dst. Berikut adalah contoh dari
beberapa himpunan yang juga symbol baku dari himpunan yang juga symbol baku
dari himpunan yang sering digunakan pada modul ini.
Contoh 1.2
Symbol
(dibaca:
Elemen dari) digunakan untuk
menyatakan bahwa suatu objek adalah anggota dari suatu Himpunan. Dan symbol menyatakan bukan anggota dari suatu himpunan.
Contoh 1.3 2 adalah
elemen dari himpunan bil. natural
-2 adalah bukan elemen dari himpunan bil.
Positif
1.1
Jenis-jenis
Himpunan
Definisi
1.2
|
Himounan
S adalah proper subset dari T
(dinotasikan dengan ) apabila
.
Ketika
terdapat 2 buah himpunan dan kita membandingkan dua himpunan tersebut, maka
diperlukan definisi yang menyatakan kedua himpunan tersebut sama atau tidak.
Definisi 1.3 Himpunan kosong
Suatu himpunan
disebut himpunan kosong jika dan hanya jika himpunan tersebut tidak memiliki
anggota dan disimbolkan dengan Ф atau { }
|
Misalkan didefinisikan himpunan sebagai
berikut:
a. A = Himpunan dosen non muslim IAIN Mataram
Dalam hal ini, dengan jelas dapat ditentukan
bahwa himpunan A tidak memiliki anggota, karena syarat untuk menjadi dosen IAIN
Mataram harus muslim.
b. B = Himpunan bilangan asli yang kurang dari 1
Karena himpunan bilangan asli adalah {1, 2,
3, .
. .}, jelas bahwa tidak ada
bilangan asli yang kurang dari 1, sehingga n (B) = 0.
Definisi 1.4 Himpunan
Berhingga dan Tak Berhingga
Suatu himpunan disebut berhingga jika dan
hanya jika banyaknya anggota himpunan tersebut dapat dinyatakan dalam
bilangan bulat tak negatif dan sebaliknya disebut himpunan tak berhingga
|
Misalkan dimiliki himpunan sebagai berikut:
A = Himpunan mahasiswa IAIN yang masih BALITA
B = {1, 3, 5, 7}
C = {0, 2, 4, 6,… , 20}
D = {x: x nama hari dalam seminggu}
E = {0, 1, 2, 3, …}
F = {…, -2, -1, 0, 1, 2, … }
G = {x: 0 < x < 1}
Dari himpunan tersebut di atas, himpunan A,
B, C dan D adalah himpunan berhingga karena n(A) = 0, n(B) = 4, n(C) = 11 dan
n(D) = 7. Sedangkan himpunan E, F dan G adalah himpunan tak berhingga, karena
n(E), n(F) dan n(G) tidak diketahui.
Definisi 1.5 Himpunan Terbilang dan Tak Terbilang
Suatu himpunan disebut terbilang jika dan
hanya jika setiap anggotanya dapat disebutkan satu persatu, dan sebaliknya
disebut tak terbilang.
|
Misalkan dimiliki himpunan sebagai berikut:
A = {a, b, c, d}; B = {1, 2, 3, . . .} dan C
= {x: 0 < x < 1}
Himpunan A dan B disebut himpunan terbilang,
karena setiap anggotanya InsyaAllah dapat disebutkan satu per satu meskipun B
juga termasuk himpunan tak berhingga. Sedangkan C adalah himpunan tak
terbilang, karena kita tidak dapat menyebutkan satupersatu anggotanya. Karena
kita tidak dapat menyebutkan bilangan real setelah nol atau bilangan real
sebelum 1. Dalam hal ini C juga disebut himpunan tak berhingga dan tak
terbilang.
Definisi 1.6 Himpunan terbatas dan Tak Terbatas
Suatu
himpunan disebut terbatas, jika dan hanya jika himpunan tersebut memiliki
batas atas dan batas bawah
|
a. K ={1, 2, 3, 4}, mempunyai batas bawah 1 dan
batas atas 4. Jadi L merupakan himpunan terbatas.
b. L = {x: x < 4}, hanya mempunyai batas atas, yakni 4. Jadi L merupakan
himpunan tak terbatas.
1.2
Diagram
Venn
Himpunan dapat direpresentasikan dengan diagram
venn. Penggunaan diagram venn ini pertama kali diperkenalkan oleh seorang
matematikawan Inggris yang bernama John Venn pada tahun 1881. Himpunan
seemesta, yang beranggotakan seluruh objek yang penting, direpresentasikan
dengan bentuk kotak, dan di dalam kotak tersebut terdapat lingkaran atau
bentuk-bentuk geometris lainnya untuk merepresentasikan himpunan. Terkadang
tanda titik dipergunakan pula untuk menggambarkan elemen dari suatu himpunan.
Diagram Venn sering pula digunakan untuk menggambarkan relasi antar himpunan.
Contoh 1.4 Gambarkan diagram Venn yang
menggambarkan himpunann V, yaitu himpunan himpunan huruf vocal dalam bahasa
Indonesia.
Solusi:
Pertama
gambarkan himpunan semesta U sebahai
bentuk kotak, dalam hal ini U adalah
himpunan huruf-huruf yang digunakan dalam bahasa Indonesia yaitu {a, b, c, d,
e, …, x, y, z}. Kemudian gambarkan sebuah lingkaran dalam kotak U untuk merepresentasikan V. di dalam V gambarkan titik-titik yang menyatakan elemen dari V
yaitu a, e, i, o, u.
U
|
1.3
Operasi
Pada Himpunan
Berikut
adalah operasi-operasi yang berlaku pada himpunan beserta definisinya
Definisi
1.7
Apabila terdapat dua
himpunan sembarang S dan T dimana keduanya adalah subset dari U. Union (gabungan) dari S dan T
dilambangkan dengan , yang
merupakan himpunan yang beranggotakan elemen dari S atau elemen dari T.
Notasi matematikanya adalah:
|
Definisi
1.8
Irisan dari dua
himpunan S dan T dilambangkan dengan , dimana adalah himpunan yang terbentuk dari elemen
yang terkandung pada S dan pada T. Atau notasi matematikanya:
|
Definisi
1.9
Dua
buah himpunan S dan T tidak beririsan apabila
|
Definisi
1.10
Apabila
terdapat sembarang himpunan S dan T. komplemen relative T terhadap S,
dilambangkan , adalah
himpunan yang dibentuk dari seluruh elemen S yang bukan elemen dari T.
Berikut adalah notasi matematikanya:
|
Definisi
1.11
Asumsikan U Adalah Himpunan Semesta.
Bila terdapat sembarang himpunan S pada U, Komplemen Absolut dari S,
dinotasikan dengan Sc, adalah . Atau:
|
BAB II
LOGIKA MATEMATIKA
2.1
Pengertian
Logika
Ada pernyataan
menarik yang dikemukakan mantan Presiden AS Thomas Jefferson sebagaimana
dikutip Copi (1978) berikut ini: “In a
rpublican nation, whose citizens are to be led by reason and persuasion and not
by force, the art of reasoning becames of first importance” (p.vii).
Pernyataan itu menunjukkan pentingnya logika, penalaran dan argumentasi
dipelajari dan dikembangkan di suatu Negara sehingga setiap warga Negara akan
dapat dipimpin dengan daya nalar (otak) dan bukannya dengan kekuatan (otot)
saja. Karenanya, seperti yang dinyatakan mantan Presiden AS tadi, seni bernalar
merupakan hal yang sangat penting. Di samping itu, Copi (1978) juga mengutip
pendapat Juliana Geran Pilon yang senada dengan ucapan mantan Presiden AS tadi:
“Civilized life depends upon the success of
reason in socil intercourse, the prevalence og logic over violence in
interpersonal conflict” (p.vii).
Dua pernyataan
di atas telah menunjukkan pentingnya penalaran (reasoning) dalam percaturan
politik dan pemerintahan di suatu Negara. Tidak hanya di bidang ketatanegaraan
maupun hokum saja kemampuan bernalar itu menjadi penting. Di saat mempelajari
matematika maupun ilmu-ilmu lainnya penalaran itu menjadi sangat penting dan
menentukan. Secara etimologis, logika berasal dari kata Yunani ‘logos’ yang berarti
kata, ucapan, pikiran secara utuh, atau bias juga berarti ilmu pengetahuan
(Kusumah, 1986). Dalam arti luas, logika adalah suatu cabang ilmu yang mengakji
penurunan-penurunan kesimpulan yang sahih (valid, correct) dan yang tidak sahih
(tidak valid, incorrect). Proses berpikir yang terjadi di saat menurunkan atau
menarik kesimpulan dari pernyataan-pernyataan yang diketahui benar atau
dianggap benar itu sering juga disebut dengan penalaran (reasoning).
2.2
Pengertian
Pernyataan
Dimulai
sejak ia masih kecil, setiap manusia, sedikit demi sedikit melengkapi
perbendaharaan kata-katanya. Di saat berkomunikasi, seseorang harus menyusun
kata-kata yang dimiliki arti atau bermakna. Kalimat adalah susunan kata-kata
uyang memiliki arti yang dapat berupa pernyataan (“Pintu itu tertutup”),
pertanyaan (“Apakah pintu itu tertutup?”), perintah (“Tutup pintu itu!”)
ataupun permintaan (“Tolong pintunya ditutup”). Dari empat macam kalimat
tersebut, hanya pernyataan saja yang memiliki nilai benar atau salah, tetapi
tidak sekaligus benar atau salah. Meskipun para ilmuwan, matematikawan ataupun
ahli-ahli lainnya sering menggunakan beberapa macam kalimat tersebut dalam
kehidupan sehari-harinya, namun hanya pernyatan saja yang menjadi perhatian
mereka dalam mengembangkan ilmunya.
Setiap
ilmuwan, matematikawan, ataupun ahli-ahli l;ainya akan beruasaha untukn
mengahsilkan suatu pernyataan atau teori yang benar. Suatu pernyatan (termasuk
teori) tidak aka nada artinya jika tidak bernilai benar. Karenanya, pembicaraan
mengenai benar tidaknya suatu kalimat yang memuat suatu teori telah menjai
pembicaraan dan perdebatan para hli filsafat dan logika dahulu kala. Untuk
menjelaskan tentang criteria kebenaran, perhatikan dua kalimat berikut.
a.
Semua manusia akan mati
b.
Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga
adalah 180o.
Pertanyaannya,
dari dua kalimat tersebut manakah yang bernilai benar dan manakah yang ebrnilai
salah. Pertanyaan selanjutnya, mengapa kalimat tersebut dikategorikan bernilai
benar atau salah, dan bilamana suatu kalimat dikategorikan sebagai kalimat yang
bernilai benar atau salah. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Suriasumantri
(1988) menyatakan bahwa ada tiga teori
yang berkaitan dengan criteria kebenaran ini, yaitu teori korespondensi, teori
koherensi, dan teori pragmatis. Namun sebagian buku hanya membicarakan dua
teori saja, yaitu teori korespondensi dan teori koherensi sehingga pembicaraan
kita hanya berkaitan denga dua teori tersebut.
2.3
Teori
Korespondensi
Teori
korespondensi menunjukkan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika hal-hal
yang terkandung di dalam pernyataan tersebut sesuai atau cocok dengan keadaan
yang sesungguhnya. Contohnya, “Surabaya adalah ibukota Propinsi Jawa Timur”
merupakan suatu pernyataan yang bernilai benar karena kenyataannya memang
demikian, yaitu Surabaya memang benar merupakan ibukota Propinsi Jawa Timur.
Namun pernyataan “Tokyo adalah Ibukota Singapura”, menurut teori akan bernilai
salah karena hal-hal yang terkandung di dalam pernyataan itu tidak sesuai dengan
kenyataan.
Teori-teori Ilmu
Pengetahuan Alam banyak didasarkan pada teori korespondensi ini. Dengan
demikian jelaskan bahwa teori-teori atau pernyataan-pernyataan Ilmu Pengetahuan
Alam akan dinilai benar jika pernyataan itu melaporkan, mendeskripsikan, ataupun
menyimpulkan kenyataan atau fakta yang sebenarnya. Sedangkan Matematika yang
tidak hanya mendasarkan pada kenyataan atau fakta semata-mata namun mendasarkan
pada rasio dan aksioma telah melahirkan teori koherensi yang akan dibahas pada
bagian berikut ini.
2.4
Teori
Koherensi
Teori
koherensi menyatakan bahwa suatu kalimat akan bernilai benar jika pernyataan
yang terkandung di dalam kalimat itu bersifat koheren, konsisten, atau tidak
bertentangan dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar.
Contohnya, pengetahuan Aljabar telah didasarkan pada pernyataan pangkal yang
dianggap benar. Pernyataan yang dianggap benaritu disebut aksioma atau
postulat.
Ada
enam aksioma yang berkait dengan bilangan real a, b, dan c terhadap operasi
penjumlahan (+) dan perkalian
(´) berlaku sifat:
a.
Tertutup, a + b Î Â
dan a ´ b Î Â
b.
Asosiatif, a + (b + c) = (a + b) + c dan
a ´ (b ´ c) = (a ´
b) ´ c
c.
Komutatif, a + b = b + a dan a ´ b = b ´
a
d.
Distributive, a ´ (b + c)=(a ´ b) + (a ´
c) dan (b + c) ´
a = (b ´ a) + (c ´ a)
e.
Identitas, a + 0 = 0 + a = a dan a ´ 1 = 1 ´
a = a
f.
Invers, a + (-a) = (-a) + a = 0 dan
Berdasarkan
enam aksioma itu, teorema seperti –b + (a + b) = a dapat dibuktikan dengan cara
sebagai berikut:
-b
+ (a + b) = -b + (b + a) Aks
3 – Komutatif
= (-b + b) + a Aks
2 – Asosiatif
= 0 + a Aks 6 – Invers
= a Aks 5 – Identitas
Demikian
juga pernyataan bahwa jumlah sudut-sudut suatu segi-n adalah (n– 2) ´ 1800 akan bernilai benar
karena konsisten dengan aksioma yang sudah disepakati kebenarannya dan
konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah terbukti. Dengan
demikian jelaslah bahwa bangunan matematika didasarkan pada rasio semata-mata,
kepada aksioma-aksioma yang dianggap benar tadi. Suatu hal yang sudah jelas
benarpun harus ditunjukkan atau dibuktikan kebenarannya dengan langkah-langkah
yang benar.
Dari
paparan di atas jelaslah bahwa pada dua pernyataan berikut.
a.
Semua manusia mati
b.
Jumlah besar sudut-sudut suatu segitiga
adalah 1800.
Maka
baik pernyataan (a) maupun (b) akan sama-sama bernilai benar, namun dengan alas
an yang berbeda. Pernyataan (a) bernilai benar karena pernyataan itu
melaporkan, mendeskripsikan maupun menyimpulkan kenyataan atau fakta yang
sebenarnya. Sampai detik ini, belumpernah ada orang yang hidup kekal dan abadi.
Pernyataan (a) tersebut akan bernilai salah jika sudah ditemukan suatu alat
atau obat yang sangat canggih sehingga aka nada orang yang tidak bias mati
lagi. Sedangkan pernyataan (b) bernilai benar karena pernyataan itu konsisten
atau koheren ataupun tidak bertentangan dengan aksioma yang sudah disepakati
kebenarannya dan konsisten juga dengan dalil atau teorema sebelumnya yang sudah
terbukti. Itulah sekilas tentang teori korespondensi dan teori koherensi yang
memungkinkan kita untuk dapat menentukan benar tidaknya suatu pernyataan.
Logika
merupakan salah satu bidang ilmu yang mengkaji prinsip-prinsip penalaran yang
betul dan penarikan kesimpulan yang absah, baik yang bersifat deduktif maupun
yang bersifat induktif. Logika merumuskan hukum-hukum yang dapat digunakan
sebagai alat untuk menilai apakah hasil suatu pemikiran betul/abash.
Hukum-hukum itu akan dikenakan pada proses pemikiran itu sendiri. Kita dapat
memperbaiki cara berpikir dengan jalan mempelajari logika dalam rangka
menertibkan cara berpikir.
2.5
Pernyataan
Tunggal dan Negasinya
Perhatikan
contoh-contoh kalimat berikut ini.
a.
Sebuah segi empat mempunyai empat sisi
b.
Ibu kota provinsi Nusa Tenggara Barat
adalah Mataram
c.
9 adalah suatu bilangan prima
d.
12 kurang dari 8
Kita
dapat menetukan nilai kebenaran (benar atau salah) dari kalimat-kalimat
tersebut. Kalimat-kalimat (a) dan (b) bernilai benar, sedangkan kalimat-kalimat
(c) dan (d) bernilai salah. Kalimat yang mempunyai nilai benar saja atau nilai
salah saja adalah kelimat yang menerangkan (kalimat deklaratif). Kalimat yang
menerangkan inilah yang disebut pernyataan.
Pernyataan
adalah kalimat yang bernilai benar atau bernilai salah, tetapi tidak
sekaligus bernilai kedua-duanya.
|
Kalimat
yang tidak dapat ditemukan nilai kenbenarannya tidak merupakan pernyataan.
Contoh-contoh berikut ini adalah kalimat yang bukan pernyataan.
a.
Apakah Siti berada dirumahmu? (kalimat
Tanya)
b.
Alangkah indahnya lukisan ini (kalimat
yang mengungkapkan suatu perasaan)
c.
Tutuplah pintu itu! (kalimat perintah)
d.
Semoga Anda lekas sembuh (kalimat
harapan)
Kalimat-kalimat
tersebut tidak bernilai benar dan juga tidak
bernilai salah. Kalimat-kalimat seperti ini tidak dibicarakan dalam buku
ini. Kalimat yang dibicarakan dalam buku ini adalah kalimat yang merupakan
pernyataan.
Selanjutnya
untuk menyingkat penulisan maka suatu pernyataan diberi lambing (symbol) dengan
huruf alphabet kecil: a, b, c, … atau lainnya. Sedangkan untuk nilai Benar dan
Salah berturut-turut disingkat dengan B dan S.
Contoh
.
1.
“sebuah segi tiga mempunyai tiga sisi”
diberi lambang “a”.
2.
“9 adalah suatu bilangan prima” diberi
lambang “b”.
3.
“15 terbagi habis oleh 3” diberi
lambang “p”.
Pada contoh ini, pernyataan a bernilai B (benar),
pernyataan b bernilai S (salah) dan pernyataan
p bernilai B (benar). Perhatikan pada contoh (2) tersebut, “b”
menyatakan “9 adalah suatu bilangan prima”, dan pernyataan “b” ini bernilai S.
sedangkan pernyataan “9 bukan suatu bilangan prima” bernilai B. Dikatakan bahwa
pernyataan “9 bukan suatu bilangan prima” merupakan negasi (sangkalan/ingkaran)
dari pernyataan “9 adalah suatu bilangan prima”. Selanjutnya “negasi dari b”
dilambangkan “~b”. pada contoh (3) di atas, “p” menyatakan “15 terbagi habis
oleh 3” maka ‘~p: menyatakan “15 tidak terbagi habis oleh 3”. Tampak bahwa “p”
bernilai B dan “~p” bernilai S.
Negasi suatu pernyataan adalah suatu
pernyataan yang bernilai salah apabila pernyataan semula bernilai benar, dan
bernilai benar apabila pernyataan semula bernilai benar.
|
Contoh
.
1.
Apabila “a” menyatakan “Tembok itu
berwarna putih” maka “~a” adalah “Tembok itu tidak berwarna putih”. Dapat juga
dikatakan “Tidaklah benar tembok itu berwarna putih”.
2.
Jika “d” menyatakan “Ida suka mangga”
maka “~d” menyatakan “Ida tidak suka mangga”.
3.
Jika “p” melambangkan “Siti lebih tinggi
dari Ani” maka “~p: menyatakan “Siti tidak lebih tinggi daripada Ani”.
Pernyataan
dan negasinya mempunyai nilai-nilai kebenaran yang selalu berbeda, artinya jika
pernyataannya bernilai B maka negasinya bernilai S dan sebaliknya jika
pernyataan bernilai S maka negasinya bernilai B. hal ini dapat dibuat tabel
sebagai berikut.
A
|
~a
|
~(~a)
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
2.6
Pernyataan Majemuk
Pernyataan
majemuk merupakan rangkaian dari dua pernyataan atau lebih dengan kata
penghubung. Pernyataan-pernyataan yang dirangkai masing-masing disebut
pernyataan tunggal. Kata penghubung yang dimaksud adalah “dan”, “atau”, “jika
…. Maka …” dan “jika dan hanya jika”. Lambang kata-kata penghubung tersebut
dapat dilihat pada daftar sebagai berikut:
Kata
penghubung
|
Lambang
|
Dan
|
Ù
|
Atau
|
Ú
|
jika-maka
|
Þ
|
jika
dan hanya jika
|
Û
|
1.
Konjungsi
Contoh: “7 adalah bilangan prima dan genap”
Pernyataan ini merupakan pernyataan majemuk karena
pernyataan ini merupakan rangkaian dua pernyataan, yaitu “7 dalah bilangan
prima” dan “7 adalah bilangan genap”. Jika pernyataan “7 adalah bilangan prima”
diberi lambing “a” dan “7 adalah bilangan genap” diberi lambing “b” maka
pernyataan majemuk itu dilambangkan dengan “a Ù
b” (dibaca “a dan b”).
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata
penghubung “dan” (“Ù”)
disebut konjungsi. Nilai kebenaran dari suatu pernyatan majemuk tergantung dari
nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya. Nilai kebenaran dari
konjungsi dua pernyataan ditentukan dengan aturan sebagai berikut.
Konjungsi dua
pernyataan a dan b (ditulis “a Ù
b” dibaca “a dan b”) bernilai B (benar) hanya apabila dua pernyataan a dan b
masing-masing bernilai B (benar) [dan untuk nilai-nilai kebenaran a dan b
lainnya, “a Ù b” bernilai S
(salah)].
|
Dengan memperhatikan bahwa “satu pernyataan
mempunyai dua kemungkinana nilai (B atau S) maka aturan tersebut dapat
dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran sebagai berikut.
Tabel 1. Nilai kebenaran dari
konjungsi
a
|
b
|
a
Ù
b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
Perhatikan
bahwa nilai kebenaran dari konjungsi ditentukan oleh nilai-nilai
kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya dan tidak perlu memperhatikan
ada tidaknya hubungan antara pernyataan-pernyataan tunggalnya.
2.
Disjungsi
Pernyataan majemuk yang hanya menggunakan kata
penghubung “atau” (Ú)
disebut disjungsi. Jika a dan b masing-masing pernyataan tunggal maka disjungsi
a dan b ditulis “a Ú
b” dan dibaca “a atau b”.
Misalnya a = Amin pergi ke pasar, dan b = Amin bermain
bola.
a Ú
b = amin pergi ke pasar atau Amin bermain bola
Nilai kebenaran dari disjungsi ditentukan oleh
nilai-nilai kebenaran dari pernyataan-pernyataan tunggalnya dengan aturan
berikut ini.
Disjungsi dua
pernyataan a dan b (ditulis “a Ú
b” dibaca “a atau b”) bernilai S hanya apabila dua pernyataan a dan b
masing-masing bernilai S, [sedangkan
untuk nilai-nilai kebenaran a dan b lainnya, “a Ú b” bernilai B].
|
Sesuai dengan adanya dua kemungkinan bagi suatu
pernyataan maka aturan tersebut dapat dinyatakan dalam tabel nilai kebenaran
sebagai berikut.
Tabel
2. Nilai kebenaran dari disjungsi
a
|
b
|
a Ú b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
Aturan atau tabel nilai kebenaran tersebut dapat
pula dikatakan sebagai berikut: Disjungsi dua pernyataan bernilai B apabila
sekurang-kurangnya satu dari pernyataan-pernyataan tunggalnya bernilai B.
Contoh
1.
a = Surabaya terletak di provinsi Jawa
Timur. (B)
b = Satu minggu terdiri
dari tujuh hari. (B)
a Ú b = Surabaya terletak di provinsi Jawa
Timur atau Satu minggu terdiri dari tujuh hari. (B)
2.
u = 5 adalah bilangan prima. (B)
w = 18 terbagi habis
oleh 8. (S)
u Ú w = 5 adalah bilangan prima atau 18
terbagi habis oleh 8. (B)
3.
Negasi dari Konjunggsi dan
Disjungsi
Konjungsi dan Disjungsi masing-masing merupakan
suatu pernyataan. Sehingga negasi dari konjungsi dan disjungsi mempunyai makna
yang sama dengan negasi suatu pernyataan. Oleh karena itu, nilai kebenaran dari
negasi konjungsi dan disjungsi, harus berpandu pada aturan tentang nilai
kebenaran dari konjungsi dan disjungsi. Untuk menentukan negasi dari konjungsi
dua pernyataan perhatikan tabel nilai kebenaran berikut ini.
Tabel 3. Nilai kebenaran negasi dari
konjungsi
a
|
b
|
~a
|
~b
|
a Ù b
|
~(a Ù b)
|
~a Ú ~b
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
Kolom ke
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
Penyusunan tabel nilai kebenaran di atas dilakukan sebagai berikut. Nilai
kebenaran pada kolom ke-1, yaitu nilai kebenaran dari ~a menggunakan ketentuan
negasi suatu pernyataan. Apabila a bernilai B maka ~a bernilai S dan
sebaliknya. Demikian pula untuk nilai kebenaran pada kolom ke-2. Nilai
kebenaran pada kolom ke-3, yaitu nilai kebenaran a Ù b diisi dengan menggunakan aturan nilai
kebenaran konjungsi dua pernyataan a dan b. nilai kebenaran pada kolom ke-4
adalah negasi dari kolom ke-3. Sedangkan nilai kebenaran pada kolom ke-5
diturunkan dari kolom ke-1 dan ke-2 dengan menggunakan aturan disjungsi.
Tampak dalam tabel di atas bahwa urutan nilai
kebenaran pada kolom ke-4 sama dengan urutan nilai kebenaran pada kolom ke-5.
Maka, dapat disimpulkan bahwa:
~ ( a Ù
b ) = ~ a Ú ~ b
|
Negasi dari konjungsi dua pernyataan
sama dengan disjungsi dari negasi masing-masing pernyataan tunggalnya.
|
Tentukanlah
negasi dari pernyataan-pernyataan
berikut ini
1.
Amin pergi ke took dan Amin membeli buku
2.
4 + 5 = 9 dan 9 adalah suatu bilangan
prima
3.
7 lebih dari 5 dan 6 adalah bilangan
komposit
Jawab:
1. Amin
tidak pergi ke took atau Amin tidak
membeli buku
2. 4
+ 5 ¹ 9 atau 9 bukan
suatu bilangan prima
3. 7
tidak lebih dari 5 atau 6 bukan bilangan komposit
Selanjutnya kita akan membicarakan negasi dari
disjungsi dua pernyataan. Perhatikan contoh berikut ini.
Misalnya,
a
= 8 adalah suatu bilangan prima (S)
~a
= 8 bukan suatu bilangan prima (B)
b
= 20 terbagi habis oleh 4 (B)
~b
= 20 tidak terbagi habis oleh 4 (S)
Maka,
a
Ú b bernilai B, maka ~(a Ú b) bernilai salah
~a
Ú ~b bernilai B maka ~ (a Ú b) ¹
~a Ú ~b
~a Ú
~b bernilai
S, dan nilai kebenaran dari ~(a Ú
b) sama dengan nilai kebenaran dari ~a Ù
~b
Kesimpulan ini secara umum akan kita periksa dengan
menyusun tabel nilai kebenarannya berikut.
Tabel
4. Nilai kebenaran negasi dari disjungsi.
A
|
B
|
~a
|
~b
|
a Ú b
|
~(a Ú b)
|
~a Ù ~b
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
Penentuan nilai-nilai kebenaran dalam tabel ini
mirip penyusunan tabel 3, dimulai dari kolom ~a terus ke kanan hingga kolom ~a Ù ~b. Tampak bahwa pada tabel 4 bahwa
urutan nilai-nilai kebenaran dari ~(a Ú
b) sama dengan urutan nilai-nilai kebenaran dari ~a Ù ~b. Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
~(a
~(a Ú b) = ~a Ù ~b
|
Negasi dari disjungsi dua pernyataan
sama dengan konjungsi dari negasi pernyataan-pernyataan tunggalnya.
|
4.
Implikasi dan Biimplikasi
Perhatikan contoh berikut ini!
“Jika Ani lulus ujian maka Ani diajak
bertamasya”.
Kalimat ini merupakan pernyataan majemuk.
Pernyataan-pernyataan tunggalnya adalah “Ani lulus ujian” dan “Ani diajak
bertamasya”. Kata penghubung adalah “jika…. maka….”. pernyataan majemuk seperti
ini disebut implikasi. Apabila pernyataan “Ani lulus ujian” dilambangkan dengan
“a” dan “Ani diajak bertamasya”
dilambangkan dengan “b”, serta lambing untuk kata penghubung
“jika….maka….” adalah “Þ”,
selanjutnya pernyataan “jika Ani lulus ujian maka Ani diajak bertamasya”
dilambangkan dengan “a Þ
b” (dibaca “jika a maka b”)
Pada implikasi “a Þ b”, pernyataan tunggal “a” disebut
pendahulu (antesendent) dan pernyataan “b” disebut pengikut (consequent). Nilai
kebenaran suatu implikasi tergantung pada nilai kebenaran dari pendahulu dan
pengikutnya, yaitu mengikuti aturan sebagai berikut.
Suatu implikasi bernilai S bahwa hanya
apabila pendahulunya bernilai B dan pengikutnya bernilai S. (untuk
nilai-nilai kebenaran pendahulu dan pengikutnya yang lain, implikasi itu bernilai
B)
|
Apabila pendahulunya diberi lambing “a”
dan pengikutnya diberi lambang “b” maka nilai kebenaran implikasi “a Þ b” dapat dinyatakan dalam tabel nilai
kebenaran seperti berikut ini.
Tabel 5. Nilai kebenaran implikasi
a
|
b
|
a Þ b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
Contoh.
1.
a = 9 adalah suatu bilangan kuadrat. (B)
b = 6 mempunyai dua
factor prima. (B)
a Þ b = jika 9 adalah suatu bilangan
kuadrat maka 6 mempunyai dua factor prima. (B)
2.
a = 9 adalah suatu bilangan kuadrat. (B)
b = Tuti adalah
presiden RI. (S)
a Þ
b = jika 9 adalah suatu bilangan kuadrat maka Tuti adalah presiden RI. (S)
Perhatikan lagi tabel 5 di atas.
Pengikut “b” pada baris ke 1 dan baris ke 3 masing-masing bernilai B dan nilai kebenaran dari implikasi “a Þ b” bernilai B pula meskipun pendahulu
“a” bernilai B maupun S. hal ini dapat disimpulkan bahwa.
Apabila pengikut suatu implikasi
bernilai B maka implikasi itu bernilai B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran
dari pendahulunya.
|
Pada baris ke 3 dan ke 4 dari tabel 5
menyatakan bahwa pendahulu “a” bernilai S
dan implikasi “a Þ b” bernilai B pula meskipun pengikut
“b” bernilai B maupun S. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut.
Apabila pendahulu suatu implikasi
bernilai S maka implikasi itu bernilai B, tanpa memperhatikan nilai kebenaran
dari pengikutnya.
|
5. Negasi suatu implikasi
Perhtikan implikasi berikut ini
“Jika 7 suatu bilangan prima maka 8 lebih besar dari
5”
Misalkan
, a = 7 suatu bilangan prima (B)
b = 8 lebih besar dari 5
(B)
maka,
implikasi “a Þ b” bernilai B
~a = 7 bukan suatu bilangan prima
(S)
~b = 8 tidak lebih besar dari 5 (S)
maka
implikasi “~a Þ ~b” (B)
Karena
“a Þ b” dan “~a Þ ~b” masing-masing bernilai B maka “~a Þ ~b” bukan negasi dari “a Þ b”.
Tabel
6. Untuk menentukan negasi dari suatu implikasi perhatikan tabel nilai
kebenaran berikut ini
A
|
b
|
~b
|
a
Þ b
|
~(a
Þ b)
|
a
Ù ~b
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
Tampak
pada tabel bahwa urutan nilai kebenaran dari “~(a Þ b)” sama dengan urutan nilai kebenaran
dari “a Ù ~b”. hal ini
dapat dikatakan bahwa negasi dari suatu implikasi adalah suatu komjungsi dari
pendahulu dan negasi pengikut implikasi itu
~(a
Þ b) = a Ù ~b
|
Suatu
implikais, selain dapat dibentuk konversnya, dapat pula dibentuk implikasi baru
lainnya. Perhatikan contoh implikasi berikut ini!
“Jika
Ani dapat megendarai sepeda maka Ani mendapat hadiah”.
Misalnya, a : Ani dapat mengendarai sepeda
b : Ani mendapat hadiah.
Negasi
dari pernyataan-pernyataan itu adalah
~a
: Ani tidak dapat mengendarai sepeda
~b
: Ani tidak mendapat hadiah.
Implikasi
baru yang ingin dibentuk “~a Þ
~b”, yaitu “ Jika Ani tidak dapat mengendarai sepeda maka Ani tidak mendapat hadiah “. Implikasi
baru ini disebut Invers dari implikasi semula.
Invers dari “a Þ b” adalah “~a Þ ~b”
|
Contoh:
Tuliskan
invers dari implikasi-implikasi berikut ini dan tentukan nilai kebenaran dari
implikasi dan inversnya!
a.
Jika Denpasar terletak di pulau Jawa
maka Surabaya Ibu Kota provinsi Jawa Timur
b.
Jika 5 adalah suatu faktor prima dari 30
maka 30 adalah kelipatan dari 5.
Jawab:
a.
Nilai kebenaran dari implikasi itu
adalah B. Inversnya adalah “Jika Denpasar tidak terletak di pulau Jawa maka
Surabaya bukan Ibu Kota provinsi Jawa Timur” bernilai S.
b.
Nilai kebenaran dari implikasi itu
adalah B. Inversnya adalah “Jika 5 bukan faktor prima dari 30 maka 30 bukan
kelipatan dari 5” bernilai B.
Dari
suatu implikasi, selain dapat dibentuk konvers dan inversnya, dapat pula
dibentuk implikasi baru yang lain. Yaitu pendahulu dan pengikutnya dari
implikasi yang diketahui masing-masing dinegasikan dan selanjutnya ditukar
tempatnya. Implikasi baru yang terbentuk ini disebut Konrapositif dari
implikasi yang diketahui.
Untuk
memperjelas hal ini, perhatikan contoh implikasi berikut ini.
“Jika
Dita rajin belajar maka Dita naik kelas. Misalkan, a : Dita rajin belajar, b :
Dita naik kelas.
Nagsi
dari pernyataan-pernyataan tersebut adalah
~a
: Diat tidak rajin belajar
~b
: Dita tidak naik kelas
Implikasi
tersebut dapat ditulis dengan lambing “a Þ
b”, kontrapositif dari implikasi ini adalah ~b Þ
~a, yaitu “Jika Dita naik kelas maka Dita tidak rajin belajar”.
Kontrapositif dari “a Þ
b” adalah ~b Þ ~a
|
Contoh:
Tentukan
nilai kebenaran dari implikasi-implikasi berikut ini. Tentukan pula
kontrapositif dan nilai kebenaran dari kontrapositif dari:
a.
Jika 6 suatu bilangan prima maka 15
terbagi habis oleh 6
b.
Jika Jakarta Ibu Kota RI maka Medan
terletak di Irian Jaya
Jawab:
a.
Implikasi itu bernilai B karena baik
pendahulu maupun pengikutnya, masing-masing bernilai S. Kontarpositifnya adalah
“jika 15 tidak terbagi habis oleh 6 maka 6 bukan suatu bilangan prima” dan
mempunyai nilai kebenaran B
b.
Implikais bernilai S karena pendahulu
bernilai B dan pengikutnya bernilai S. Kontrapositifnya adalah “jika Medan
tidak terletak di Irian Jaya maka Jakarta buka Ibu Kota RI dan mempunyai nilai
kebenaran S.
Dari contoh-contoh ini tampak bahwa nilai kebenaran
dari suatu implikasi selalu sama dengan nilai kebenaran dari kontrapositif.
Untuk menyakinkan simpulan ini, kita dapat menyusun table nilai kebenarannya.
Tabel 7. Hasil kebenaran dari
kontrapositif dari implikasi
A
|
b
|
~a
|
~b
|
a Þ
b
|
~b Þ
~a
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
B
|
Tampak pada Tabel 7 ini bahwa urutan nilai kebenaran
dari implikasi “a Þ
b” kontrapositifnya, yaitu “ ~b Þ
~a”.
(a
Þ b) = (~b Þ ~a)
|
Nilai kebenaran dari suatu implikasi
sama dengan nilai kebenaran dari kontrapositifnya
|
Contoh:
Tentukan konvers, invers, dan
kontrapositif dari implikasi berikut ini!
a.
~p Þ
q
b.
p Þ
~q
c.
~p Þ
~q
d.
a Þ
~(b Ù c)
e.
~a Þ
~(b Ú c)
Jawab:
|
Konvers
|
Invers
|
Kontrapositif
|
A
|
q Þ
~p
|
p Þ ~q
|
~q Þ
p
|
B
|
~q Þ
p
|
~p Þ q
|
q Þ
~p
|
C
|
~q Þ
~p
|
p Þ
q
|
q Þ
p
|
D
|
~(b Ù
c) Þ a
|
~a Þ
(b Ù c)
|
(b Ù
c) Þ ~a
|
E
|
~(b Ú
c) Þ ~a
|
a Þ
(b Ú c)
|
(b Ú
c) Þ a
|
6. Biimplikasi
Perhatikan implikasi “a Þ b” dan konversnya “b Þ a”. Dibentuk konjungsi antara implikasi
dan konversnya tersebut, yaitu “(a Þ
b) Ù (b Þ a)”. Kita akan menetukan nilai
kebenaran konjungsi ini jika diketahui nilai-nilai kebenaran dari a dan b
dengan menyusun table nilai kebenaran sebagai berikut.
Tabel 8. Nilai kebenaran dari a dan b
a
|
b
|
a
Þ b
|
b
Þ a
|
(a
Þ b) Ù (b Þ
a)
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
Memperhatikan nilai-nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù
(b Þ a)” dan
nilai-nilai kebenaran “a” dan “b” pada Tabel 8 kita dapat menyimpulkan bahwa
nilai kebenaran dari “(a Þ
b) Ù (b Þ a)” hanya B apabila nilai kebenaran “a”
sama dengan nilai “b” , dan bernilai S apabila nilai-nilai kebenaran “a” dan
“b” berbeda.
Selanjutnya konjungsi “(a Þ b) Ù
(b Þ a)” ditulis
secara singkat menjadi “a Û
b”. (dibaca “a jika dan hanya jika b”) dan
disebut biimplikasi dari a dan b.
(a
Þ b) Ù (b Þ
a) = a Û b
|
Oleh karena itu, nilai kebenaran dari “(a Þ b) Ù
(b Þ a)” sama dengan
nilai kebenaran dari ”a Û
b”, yaitu
Nilai
kebenaran dari “a Û
b” adalah B, hanya apabila nilai kebenaran dari a sama dengan nilai kebenaran
dari b, [dan bernilai S, apabila nilai kebenaran a berlainan dengan nilai
kebenaran dengan b].
|
Nilai kebenaran
dari “a Û b” dapat
disusun dalam table kebenaran sebagai berikut.
Tabel 9. Nilai
kebenaran biimplikasi
a
|
b
|
a Û b
|
B
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
Catatan: “jika dan hanya jika” disingkat dengan
“jhj”
Contoh:
Tentukan
nilai kebenaran dari biimplikasi berikut ini!
a.
8 + 7 = 15 jika dan hanya jika 15 > 2 + 8
b.
7 membagi habis 15 jika dan hanya jika 7
suatu bilangan prima
Jawab:
a.
B
b.
S
7. Negasi dari suatu biimplikasi
Perhatikan contoh biimplikasi “7 suatu bilangan
prima jhj 7 membagi habis 42”. Biimplikasi ini bernilai B karena dua pernyataan
tunggalnya masing-masing bernilai B. Apabila masing-masing pernyataan tunggal
tersebut dinegasi dan dibentuk biimplikasi baru, yaitu “7 bukan suatu bilangan
prima jhj 7 tidak membagi habis 42” maka biimplikasi baru ini bernilai B pula.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa biimplikasi baru ini bukan negasi dari
biimplikasi semula. Mengapa?
Jika biimplikasi semula dinyatakan sebagai “a Û b” maka “~(a Û b) buka “~a Û ~b”.
Apakah
negasi dari “a Û
b”?
Biimplikasi
“a Û b” adalah
singkatan dari “(a Þ
b) Ù (b Þ a)” maka
~(a
Û b) = ~[( a Þ
b) Ù (b Þ a)]
=
~(a Þ b) Ú ~(b Þ
a) (negasi konjungsi)
=
(a Ù ~b) Ú (b Ù
~a) (negasi implikasi)
~(a Û b) = (a Ù ~b) Ú
(b Ù ~a)
|
Untuk menyakinkan kebenaran dari penjabaran di atas,
kita periksa dengan table kebenaran berikut ini.
Tabel
10. Nilai kebenaran Negasi Biimplikasi
a
|
b
|
~a
|
~b
|
a
Û b
|
a
Ù ~b
|
b Ù
~a
|
~(a
Û b)
|
(a
Ù ~b) Ú (b Ù
~a)
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
B
|
S
|
S
|
B
|
S
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
B
|
B
|
B
|
S
|
S
|
S
|
S
|
Tampak pada Tabel 10 bahwa urutan nilai kebenaran
dari ~(a Û b) sama dengan
urutan nilai kebenaran dari (a Ù
~b) Ú (b Ù ~a).
Contoh:
Tuliskan
negasi dari biimplikasi berikut ini.
a.
7 suatu bilangan prima jhj 7 membagi
habis 42
b.
Amin dibelikan sepeda jhj Amin tidak
nakal
Jawab:
a.
7 suatu bilangan prima dan 7 tidak
membagi habis 42, atau 7 membagi habis 42 dan 7 bukan bilangan prima.
b.
Amin dibelikan sepeda dan Amin nakal
atau Amin tidak nakal dan Amin tidak dibelikan sepeda.
BAB III
FUNGSI MATEMATIKA
3.1
Pengertian
Relasi
Dalam
kehidupan sehari-hari, istilah relasi
bukanlah suatu yang asing kita dengar. Misalnya sebutan tentang “ relasi bisnis
” dan sebagainya. Apa sebenarnya yang dimaksd dengan relasi? Relasi berarti
hubungan, dalam matematika yang dimaksud dengan relasi adalah hubungan anggota dari suatu himpunan dengan himpunan yang
lainnya.
Misalkan
diketahui bahwa, Aliefa gemar belajar matematika dan Al-qur’an, Auliya gemar
belajar fisika dan fiqih, Wadi’ gemar belajar Alqur’an dan fiqih, sedangkan
Sahrul gemar belajar fisika dan tafsir.
Dari informasi tersebut kita dapat membentuk dua buah himpunan sebagai
berikut:
A
= { Aliefa, Auliya, Wadhi’, Syahrul} dan
B = {Matematika, Fisika, Al-Qur’an, Fiqih, Tafsi}. Dari kedua himpunan tersebut
dapat dibentuk relasi “Kegemaran Belajar” sebagai berikut:
Pada relasi di atas, himpunan A disebut
sebagai domain atau daerah asal dan
himpunan B disebut sebagai kodomain
atau daerah kawan. Relasiyang lain dapat
dibentuk dengan cara menentukan himpunan B sebagai domain dan A sebagai kodomain
sebagai berikut:
3.2
Definisi Fungsi
Dalam kehidupan sehari-hari, tentunya kita
amat sering mendengarkan atau menggunakan ungkapan fungsi. Dalam konsep
matematika, pengertian fungsi dapat dipandang sebagai sebuah senapan.
Fungsi/senapan tersebut mengambil
amunisi dari suatu himpunan daerah asal atau domain dan menembakkannya
pada suatu himpunan sasaran atau kodomain. Setiap peluru mengenai suatu titik sasaran tunggal atau
dapat juga terjadi bahwa beberapa peluru mendarat pada titik yang sama.
Himpunan titik-titik sasaran peluru
tersebut dinamakan sebagai range
atau daerah hasil.
Definisi fungsi secara formal invers fungsi
diberikan sebagai berikut:
Definsi
3.1
Sebuah fungsi f adalah suatu aturan
pemetaan yang menghubungkan tiap obyek x dalam suatu himpunan yang disebut
daerah asal atau domain dengan sebuah nilai unik f(x) dari himpunan
kedua yang disebut daerah kawan atau kodomain. Himpunan nilai yang diperoleh
pada kodomain tersebut dinamakan daerah hasil atau jelajah atau range.
|
Berdasarkan definisi 4.1 di atas, jelas bahwa
relasi pada gambar 4.1 di atas merupakan fungsi, karena setiap unsur pada
himpuan asal/domain dipetakan dengan
tepat satu unsur pada daerah kawan atau kodomain. Semua anggota kodomain
menjadi jelajah/range pemetaan
sehingga himpunan B juga disebut sebagai range
atau daerah haasil. Sedangkan relasi
sebagaimana pada gambar 4.2 di atas bukan termasuk fungsi, karena terdapat
anggota himpunan asal yang dipetakkan lebih dari satu objek pada himpunan
jelajah/range.
Aturan pemetaan merupakan inti dari suatu
fungsi, tetapi sebuah fungsi belum secara lengkap ditentukan sampai daerah
asalnya diberikan. Perlu difahami bahwa, pengertian daerah asal atau domain
dari suatu fungsi adalah himpunan unsur-unsur yang dapat memberikan fungsi
tersebut memiliki nilai atau terdefinisi. Sedangkan daerah hasil adalah
himpunan nilai-nilai yang dapat diperoleh berdasarkan aturan pemetaan fungsi
tersebut dari daerah salalnya.
Contoh:
Misalkan
didefinisikan A = {x/ x < 5, x
bilangan Asli} dan B adalah himpunan bilangan bulat. Tentukan domain, kodomain,
range dan lukiskan model fungsi yang terjadi apabila bentuk pemetaan fungsi
dari A à B dirumuskan
oleh f(x) = x2 + 1
Solusi:
Dari permasalahan jelas diketahui bahwa
Domain adalah A = {1, 2, 3, 4}
Kodomain adalah B = {. . ., -2, -1, 0, 1, 2}
Model pemetaan fungsi yang terjadi dengan
rumus fungsi f(x) = x2 + 1 adalah
A B
1
---------------> 12 + 1 = 2
2
---------------> 22 + 1 = 5
3
---------------> 32 + 1 = 10
4
---------------> 42 + 1 = 17
Dari pemetaan di atas, dapat kitehui
bahwa himpunan hasil dari fungsi f(x)
pada himpunan bilangan bulat adalah
H = {2, 5,10,17}.
3.3
Metode Penulisan Fungsi
Dalam penulisan fungsi, secara umum ada 4
cara, yakni dengan menuliskan pasangan terurut, diagram panah,
tabel dan grafik. Berikut
diberikan teladan dari masing-masing metode tersebut.
Contoh:
Misalkan
kita cermati Alqur’an, terdapat berbagai macam
relasi yang merupakan fungsi. Misalkan setiap Al-qur’an mengungkapkan
tentang Solat, umumnya dirangkai dengan zakat. Setiap Alqur’an Mengungkapkan
tentang iman, umumnya dirangkai dengan amal soleh, Dari konsep tersebut ada dua
buah bentuk himpunan yang dapat kita kontruksi, yakni
X
= himpunan hungunan sesame manusia = {amal soleh, zakat}
Y
= himpunan hungan kepada Allah = { Iman, Solat}
Dari himpunan X dan Y dapat dikontruksi
fungsi X terhadap Y sebagai berikut:
1. Metode diagram panah
2. Metode pasangan terurut
f
: {(amal soleh, iman), ( zakat, iman)}
3.
Metode tabel
X
|
Amal
Soleh
|
Zakat
|
Y
|
Iman
|
Solat
|
4. Metode Grafik
3.4
Invers
Fungsi
Invers berarti
kebalikan sehingga invers fungsi berarti kebalikan fungsi. Untuk memahami invers fungsi, perhatikan
fungsi f: A à B berikut
Fungsi tersebut jika dibalik akan terjadi pemetaan
dari B à A dan pemetaan
ini merupakan sebuah fungsi.
Bentuk pemetaan
balikan fungsi f:A à B menjadi B à A dan karena pemetaan dari B à A merupakan suatu fungsi, maka disebut sebagai invers
fungsi f ditulis sebagai f-1:
B à A.
Contoh:
Perhatikan kembali pemetaan pada teladan 4.1 gambar 4.1
di atas, yakni
Jika pemetaan
tersebut dibalik, maka diperoleh pemetaan sebagaimana pada telada 4.1 gambar
4.2 sebagai berikut:
Jelas bahwa
pemetaan balikan B à A bukan suatu fungsi, karena terdapat anggota B yang
dipetakan lebih dari satu pada himpunan A. Kenyataan ini menyebabkan fungsi f:A
à B dinyatakan tidak memiliki invers. Secara formal invers
fungsi didefinisikan sebagai berikut:
Definisi 3.2: Invers Fungsi
Sebuah fungsi dikatakan
dapat dibalik atau memiliki invers jika juga merupakan fungsi.
|
Contoh:
Tentukan domain dan range fungsi berikut
kemudian selidiki apakah f memiliki invers. Jika memiliki tentukan domain
dan range inversnya.
a. f(x) = x
+ 1
b.
c.
d.
Solusi:
a. f(x) = x
+1
Domain dari fungsi f(x) adalah
semua himpunan bilangan real. Secara matematis ditulis sebagai Df = (-∞, ∞). Domain ini diperoleh
dari kenyataan jika x digantikan
dengan semua bilangan real, maka insyaAllah f(x)
akan diperoleh hasilnya. Misalnya untuk x
= 0, maka f(x) = 1, untuk x = 0,5 maka f(x) = 1,5 , jika x = -2
maka f(x) = -1 dan seterusnya.
Adapun range dari f(x) adalah semua bilangan real juga.
Secara matematis ditulis sebagai Rf
= (-∞, ∞). Hal ini disebabkan karena dengan kita menggantikan x oleh bilangan real,InsyaAllah hasilnya
juga bisa auntuk semua bilangan real.
Selanjutnya untuk mendapatkan inversnya, diperhatikan bentuk fungsi f(x) = x + 1. Jika kedua ruas persamaan tersebut dikurangi dengan satu,
maka diperoleh x = f(x) - 1 sehingga f--1(x) = x – 1
Jelas bahwa domain dari f-1 adalah dan Range f-1
adalah h .
Dengan
menerapkan symbol-simbol matematis, penyelesaian sebagaimana uraian di atas
dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:
f(x) = x +1 dan
|
b.
Domain dari fungsi
di atas adalah semua bilangan real
kecuali bilangan 3/2. Hal ini disebabkan karena jika 3/2 menggantikan posisi x, maka 3 – 2x = 0. Hal ini akan menyebabkan hasil bagi tidak terdefinisi atau
fungsi tidak akan memiliki hasil. Secara
matematis domain fungsi ditulis sebagai Df = {x/x bilangan ral dan x
≠ 3/2}.
Sedangkan unntuk
mendapatkan range dari fungsi tersebut, perlu dilakukan analisis dengan
menerapkan invers fungsi untuk menentukan nilai dari f(x) sebagai berikut:
Dari bentuk terakhir jelas bahwa untuk x bilangan real, maka haruslah f(x)
bilangan real kecuali -1. Hal ini disebabkan karena jika f(x) = -1, maka bentuk penyebut -2 f(x) – 2 = 0. Jika ini terjadi maka x akan tidak terdefinisi pada bilangan real. Oleh karena itu maka
range dari f(x) adalah semua bilangan
real kecuali -1 atau secara matematis ditulis sebagai Rf = {x/x
bilangan real dan x ≠-1}.
Selanjutnya invers fungsi dari dapat kita
ketahui dari bentuk di atas
yang merupakan bentuk balikannya.
Dengan menggantikan symbol tersebut
untuk f(x)
menjadi
x dan x menjadi f-1
maka diperoleh . Domain dari f-1
adalah . Sedangkan range dari f-1 adalah .
Dengan menerapkan symbol-simbol matematis, penyelesaian
sebagaimana uraian di atas dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:
|
c.
Memperhatikan bentuk
fungsinya, jelas bahwa Df = {x/x bilangan real}, karena apabila x
diganti dengan semua bilangan nyata, insyaAllah akan dapat diperoleh hasil
pemetaan. Untuk mendapatkan range dari
f, perlu dilakukan analisis invers fungsi sebagai berikut:
Dari bentuk , maka jelas bahwa agar x
bernilai real haruslah . Dengan menyelesaikan
ketaksamaan tersebut diperoleh . Jadi range dari f adalah semua bilangan real yang lebih
besar atau sama dengan 1. Secara matematis ditulis Rf = {x/x≥ 1}.
Selanjutnya untuk
mendapatkan invers fungsi dari dapat diperoleh dari hasil balikannya, yakni . Jadi invernya adalah . Domain dari f--1
adalah . Sedangkan range dari f--1 , dapat diperoleh dari
kenyataan bahwa bentuk tidak mungkin akan bernilai negative untuk x≥ 1. Nilai minimal yang diperoleh adalah 0. Jadi .
Dengan menerapkan symbol-simbol matematis, penyelesaian sebagaimana
uraian di atas dapat dituliskan secara sederhana sebagai berikut:
|
d.
Memperhatikan fungsi
tersebut jelas bahwa, agar fungsi f bernilai real, haruslah x-5 ≥
0. Hal ini menyebabkan x ≥ 5. Jadi Df = {x/ x ≥ 5}.
Selanjutnya analisis range fungsi f dilakukan sebagai berikut:
Untuk x = 5, maka , dan untuk x > 5,
maka jelaslah f(x) > 0.
Kenyataan ini memberikan rumusan himpunan range untuk f adalah
himpunan bilangan real yang lebih besar atau sama dengan nol. Secara matematis
ditulis sebagai Rf = {x/ x ≥ 0}.
Analisis invers,
domain invers dan range invers diberikan kepada mahasiswa sebagai latihan.
3.5
Operasi
Fungsi
Sebagaimana
pada himpunan dan bilangan, pada fungsi juga dapat berlaku operasi aritmatik
yang meliputi operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Pada
fungsi juga terdapat operasi selain aritmatik, yakni operasi komposisi. Untuk
membangun pemahaman, berikut diberikan
penjelasan secara singkat operasi aritmatik dan komposisi fungsi.
1.
Operasi
Aritmatik
Operasi
aritmatik fungsi meliputi konsep penjumlahan, pengurangan, pembagian dan
perkalian. Berikut diberiken definisi dan contoh.
Definisi
3. 3 Operasi Aritmatik Fungsi
Misalkan f dan g terdefinisi pada
himpunan D, maka
1.
(f + g) (x) = f(x) + g(x), untuk setiap x Î D.
2.
(f - g)
(x) = f(x) - g(x), untuk setiap x Î
D.
3.
(f . g) (x) = f(x) . g(x), untuk
setiap x Î D.
4.
(k . f) (x) = k. f(x), untuk
setiap x Î D dan k
adalah konstanta.
5.
, untuk setiap x Î D dan g(x) ¹ 0.
Jika domain f adalah Df dan
domain g adalah Dg maka domain untuk operasi fungsi f dan g diatas
adalah Df Ç
Dg.
|
Contoh:
Jika
f(x) = dan g(x) = , maka dengan masing-masing fungsi tersebut adalah Df
= {x | x ¹ -1} dan Dg
= {x | x ¹ 0}, maka dapat
ditentukan operasi fungsi sebagai berikut
:
1.
(f
+ g) (x) = f(x) + g(x)
= + =, dengan Df + g = R – {-1,0}
2.
(f
- g) (x) = f(x) - g(x)
= - = , dengan Df – g = R – {-1, 0}
3.
(f . g) (x) = f(x) . g(x)
= = , dengan Df . g = R – { -1, 0}
4.
= = , dengan Df / g = R – {-1}
5.
(5. f) (x) = 5 . f(x)
= 5 = , dengan D5.f = R – {-1}.
Bila
dua fungsi terdefinisi pada himpunan yang sama dan nilai fungsinya juga sama
pada himpunan itu, maka kedua fungsi tersebut kita katakan sama yang secara
matematis didefinisikan sebagai berikut.
Definisi
3.4 Kesamaan Fungsi
Fungsi f dan g dikatakan sama (ditulis
f º g), jika Df
= Dg dan f(x) = g(x), untuk setiap x Î D.
|
Contoh:
Untuk
fungsi f(x) = 1 dan fungsi g(x) = x / x, kedua fungsi ini tidak sama karena
tidak terdefinisi pada himpunan yang sama. Tetapi bila domainnya dibatasi pada (0, µ) maka f º g pada (0, µ).
2.
Komposisi
Fungsi
Misalkan dan adalah fungsi,
maka komposisi dari f dan g ditulis adalah fungsi
dari A ke C. Jika aA dan b = f(a) B sedangkan c = g(b) C, maka ()(a) = g(f(a)); sehingga
()(a) = g(f(a)) = g(b)
= c. Berikut diberikan ilustrasi
gambar komposisi fungsi fog.
Definisi 3.5 Fungsi f komposisi g (f o g)
Jika fungsi
f dan g memenuhi Rg Ç Df ¹ Æ maka terdapat fungsi dari himpunan bagian Dg
ke himpunan bagian Rf. fungsi ini dinamakan komposisi dari f dan
g, ditulis fog (bearti g dilanjutkan f) dengan persamaan yang ditentukan ole
(f o g)(x) = f(g(x)). Domain f o g
adalah : Df o g ={xÎDg
| g(x)ÎDf}. dan range nya adalah : Rf o g
={f(x) Î Rf | x Î Rg}.
|
Definisi 3.6 Fungsi g komposisi f (fog)
Jika fungsi f dan g memenuhi Rf Ç Dg
¹ Æ maka terdapat fungsi dari himpunan bagian Df
ke himpunan bagian Rg. fungsi ini dinamakan komposisi dari g dan
f, ditulis gof (bearti f dilanjutkan g) dengan persamaan yang ditentukan oleh
(g o f)(x) = g(f(x)). Domain g o f adalah : Dg o f ={x Î Df
| f(x) Î Dg}. dan range nya adalah :Rg o f
={g(x)ÎRg | x Î Rf}
|
Contoh:
Diketahui f(x) = dan g(x) = 1 + x2.
a.
Perlihatkan bahwa fungsi g o f dan f o g
terdefinisi
b.
Tentukan persamaan fungsi g o f dan f o
g
c.
Tentukan domain dan range fungsi g o f
dan f o g.
Penyelesaian:
f(x) = , maka Df = [-1, µ) dan Rf
= [0, µ)
g(x) = 1 + x2, maka Dg = R dan Rg
= [1, µ)
karena Rf Ç Dg = [0, µ) Ç R = [0, µ) ¹ Æ, maka g o f
terdefinisi.
Dan karena Rg Ç Df = [1, µ) Ç [-1, µ) = [1, µ) ¹ Æ, maka f o g terdefinisi.
a.
Persamaan fungsi :
(g o f)(x) = g(f(x)) = g() = 1 + ()2
= 2 + x, dan
(f
o g)(x) = f(g(x)) = f(1 + x2) = = .
b.
Domain dan range fungsi :
1.
Fungsi g o f.
a.
Dg
o f, maka akan ditentukan x terhadap Rf Ç Dg
0 £ < µ, maka 0 £ 1 + x < µ, maka -1 £ x < µ, sehingga Dg
o f = [-1, µ]
b.
Rg
o f , maka akan ditentukan g(x) terhadap Rf
0 £ x < µ, maka 0 £ x2< µ, maka 1£ 1+ x2<µ, maka 1£ g(x)< µ, sehingga Rg o f = [1, µ).
2.
Fungsi f o g.
a.
Df
o g, maka akan ditentukan x terhadap Rg Ç Df
1 £ 1 + x2 < µ, maka 0 £ x2 < µ, maka 0 £ x < µ, sehingga Df
o g = [0, µ]
b.
Rf
o g , maka akan ditentukan f(x) terhadap Rg
1 £ x < µ, maka 2 £ 1 + x < µ, maka £ < µ, maka £ f(x) < µ, sehingga Rf o g = [, µ).
3.6
Jenis-jenis fungsi
Jenis-jenis fungsi sangat banyak, akan tetapi
dalam kuliah pengantar dasar matematika ini akan disampikan beberapa fungsi
dasar yang umumnya digunakan. Penguasaan berbagai jenis fungsi sangat membantu
dalam menyelesaikan masalah kehidupan maupun penelitian. Berikut diberikan berbagai jenis fungsi, nama
rumus fungsi dan model grafiknya.
3.6.1
Fungsi Linier
Linier berarti
lurus, sehingga fungsi linier adalah fungsi yang berbentuk seperti garis lurus.
Persamaan umum fungsi linier sebagai berikut:
f(x) = ax + b dengan a adalah koefesien dan b
adalah konstanta atau bilangan. Model grafik dari fungsi linier ini adalah
sebagai berikut:
3.6.2
Fungsi Kuadrat
Kuadrat berarti pangkat
dua, sehingga fungsi kuadarat berarti fungsi pangkat dua. Bentuk umum fungsi
kuadrat adalah f(x) = ax2 + bx +c dengan a, b koefesien dan c
konstanta. B. Contoh grafik sebagai berikut:
3.6.3
Fungsi Kubik
Kubik berarti
pangkat tiga sehingga fungsi kubik merupakan fungsi berpangkat tiga. Persamaan
umum fungsi kubik f(x) = ax3 + bx2 + cx + d dengan a, b,
c koefesien dan d konstanta. Contoh grafik sebgai berikut:
3.6.4
Fungsi eksponensial
Eksponensial
berasal dari kata eksponen yang berarti pangkat. Pangkat disini mengacu kepada pangkat dari bilangan eksponensial.
Bilangan eksponensial disimbolkan dengan e yang nilainya adalah e = 2.7183. Bentuk umum dari fungsi eksponensial
adalah f (x) = eax dengan model grafik fungsi
eksponensial adalah
3.6.5
Fungsi Normal
Normal berarti
kebiasaan umumnya fenomena alam terjadi, sehingga fungsi normal berarti fungsi
yang menggambarkan kebiasaan umumnya fenomena alam terjadi. Persamaan umum fungsi normal adalah
Dengan
, e= 2.7183
= rata-rata keseluruhan kejadian,
= penyimpangan data terhadap rata-rata keseluruhan
kejadian
Bentuk grafik dari fungsi normal ini adalah
3.6.6
Fungsi sinus
Fungsi sinus
merupakan fungsi yang dikonstruksi dari trigonometri. Persamaan umumnya adalah
f(x) = sin x dengan model grafiks sebagai berikut:
BAB
IV
PERSAMAAN
DAN PERTIDAKSAMAAN
4.1
Persamaan
Linier
Dasar
suatu persamaan adalah sebuah pernyataan matematika yang terdiri dari dua
ungkapan pada ruas kanan dan ruas kiriyang dipisahkan oleh tanda “=” (dibaca
saama dengan). Hal yang tak diketahui dalam sebuah persamaan disebut variable,
sedangkan persamaan yang memuat variable berpangkat satu disebut persamaan
linear.
Contoh
1.
x
= 10
2.
4x
+1 = 15
3.
3x
+2 = x + 20
Sebuah
penyelesaian di suatu persamaan berupa bilangan yang jika disubtitusikan pada
variable menghasilkan sebuah pernyataan yang benar.
Contoh
1.
5x
= 45, persamaan ini mempunyai penyelesaian bilangan 9, sebab 5(9) = 45 adalah
benar. Bilangan -8 bukan sebuah penyelesaian dari 5x = 45, sebab 5(-8) = -40 adalah salah.
2.
3z
+12 = 2z + 7 jika kita selesaikan
persamaan ini mempunyai penyelesaian -5 sebab 3(-5) +12 = 2(-5) + 7
4.1.1
Penjumlahan
dan Perkalian
Ada
dua prinsip yang diperbolehkan kita untuk menyelesaikan bermacam-macam
persamaan.
Pertama,
Prinsip penjumlahan
Untuk
sebarang bilangan real a, b, dan c, jika a = b maka
a
+ c = b + c
a
– c = b – c
Kedua,
Prinsip perkalian
Untuk
sebarang bilangan real a, b, dan c, jika a = b maka a × c = b × c
, benar, dengan c ¹ 0.
Contoh
Selesaikanlah
3x + 19 = 31
Penyelesaian
3x + 19 = 31
3x + 19 + (-19) = 31 + (-19) menggunakan prinsip penjumlahan
3x = 12 kedua
ruas kita tambahkan dengan -19
3x =
12 menggunakan
prinsip perkalian, kedua ruas kita kalikan dengan
x = 4
contoh
4
selesaikanlah
3(y – 1) – 1 = 2 – 5(y + 5)
penyelesaian
3(y
– 1) – 1 = 2 – 5(y + 5)
3y – 3 – 1 = 2 – 5y – 25 (distribusi)
3y – 4 = -5y – 23
3y – 4 + 4 = -5y – 23 + 4 kedua ruas
kita tambahkan +4
3y = -5y – 19
3y + 5y
= -19 – 5y + 5y kedua
ruas kita tambahkan +5y
8y = -19
8y =
(-19) kedua
ruas kita kalikan
y =
4.1.2 Persamaan Ekuivalen
Kita
akan membicarakan persamaan ekuivalen dan persamaan ekuivalen
ini didefinisikan sebagai berikut
Persamaan
yang mempunyai himpunan penyelesaian yang sama kita sebut persamaan ekuivalen.
Contoh
4x = 16;
-5x = -20; 2x + 7 = 15; 3x – 5 = x + 3
Keempat
persamaan tersebut ekuivalen karena himpunan penyelesaiannya sama, yaitu {x½x = 4}.
8M
= 9
8M =
(9) kedua
ruas kita kalikan
M
=
Contoh
Selesaikan
Penyelesaian
kedua
ruas kita kalikan dengan
x
+ 4 = -1
x
+ 4 + (-4) = -1 + (-4) kedua
ruas kita kalikan dengan (-4)
x
= -5
4.2
Pertidaksamaan
Linier
Istilah-istilah
seperti lebih dar, kurang dari, lebih besar, lebih kecil, lebih tinggi, tidak
sama, sudah menjadi bahasa sehari-hari dalam masyarakat. Istilah-istilah
tersebut dalam matematika dilambangkan sebagai berikut.
Lambang pertidaksamaan
|
Arti
|
>
|
Lebih dari
|
≥
|
Lebih dari atau sama dengan
|
<
|
Kurang dari
|
≤
|
Kurang dari atau sama dengan
|
≠
|
Tidak sama
dengan
|
Lambing-lambang
tersebut digunakan pada materi pelajaran pertidaksamaan. Pada modul ini dibahas
pertidaksamaan linear satu peubah.
Pertidaksamaan
linear denga satu peubah adalah pertidaksamaan yang hanya mempunyai satu
peubah, misalnya x saja, y saja, atau z saja, dengan pangkat tertinggi peubahnya satu.
4.2.1
Penyelesaian
Pertidaksamaan Linear dengan Satu Peubah
Pada prinsipnya pemecahan masalah
pertidaksamaan linear mirip dengan penyelesaian persamaan. Hal ini dapat kita
lihat perbandingan di bawah ini.
No
|
Penyelesaian
Persamaan
|
Penyelesaian
Pertidaksamaan
|
1
|
Prinsip Penjumlahan
Menambahkan dengan bilangan yang sama
pada kedua ruas
|
Prinsip Penjumlahan
Menambahkan dengan bilangan yang sama
pada kedua ruas
|
2
|
Prinsip Perkalian
Kedua ruas dikalikan dengan bilangan
yang sama
|
Prinsip Perkalian
1.
Kedua ruas dikalikan dengan
bilangan positif yang sama
2.
Jika kedua ruas dikalikan dengan
bilangan negatif yang sama, tanda harus diubah dari < menjadi >, dan
sebaliknya
|
Contoh
1.
Gunakan prinsip penjumlahan
a.
13 > 7
13 + 5 > 7 + 5 Tambah
5 pada kedua ruas
18 > 12
b.
a
+ 1 < 5
a
+ 1 – 1 < 5 – 1 Tambah -1 pada kedua ruas
a
< 4
2.
Gunakan prinsip perkalian
a.
12 < 17
5(12) < 5(17) Kalikan 5 pada kedua ruas
60 < 85
b.
10 > 4
-7(10) < -7(4) Kalikan -7 pada kedua ruas
-70 < -28
c.
6 < 9
(6) > (9)
-2 > -3
4.2.2 Pertidaksamaan Linear Bentuk
Pecahan Satu Peubah
Pertidaksamaan
yang menurut ungkapan pecahan kita sebut pertidaksamaan pecahan. Untuk
menyelesaikan pertidaksamaan pecahan ini kita akan sering menggunakan perkalian
peubah (variable).
Contoh
Selesaikanlah
Penyelesaian
kedua ruas dikalikan dengan 12
4z
> 84 – 3z
4z
+ 3z > 84 – 3z + 3z kedua
ruas ditambah dengan 3z
7z
> 84
kedua
ruas dikalikan dengan
Z
> 12. Himpunan penyelesaian
4.3
Persamaan
dan pertidaksamaan kuadrat
Persamaan
yang berbentuk ax2 + bx + c = 0 , dengan a, b, c Î Â, a ¹ 0 disebut persamaan kuadrat.
Contoh
x2 + 5x + 8 = 4
adalah persamaan kuadrat, sebab bentuknya dapat diubah menjadi x2 + 5x + 4 = 0.
Penyelesaian dari persamaan
kuadrat disebut akar-akar persamaan kuadrat. Untuk mendapatkan akar persamaan kuadrat dapat dilakukan
dengan tiga cara, yaitu:
4.3.1 Pemfaktoran
Jika ax2 + bx + c = 0 dapat difaktorkan maka akar-akar persamaan kuadrat
mudah didapat. Caranya memakai sifat: ”pq = 0 maka p = 0 atau q = 0, atau p dan
q keduanya nol”
Contoh
Carilah akar-akar persamaan kuadrat x2 – 4x
– 5 = 0
Penyelesaian
x2 – 4x – 5 = 0
Û (x – 5)(x + 1) = 0
Û x – 5 = 0 atau x + 1 = 0
Û x1 = 5 atau x2 = -1 . Jadi himpunan
penyelesaian = {-1, 5}
4.3.2
Melengkapkan kuadrat
Contoh
Carilah akar-akar persamaan kuadrat x2 – 4x
– 5 = 0
Penyelesaian
x2 – 4x – 5 = 0
Û x2 –
4x + 22 – 22
– 5 = 0
Û (x – 2)2 – 9 = 0
Û (x – 2)2 = 9
Û x – 2 = ± 3
x = 2 ± 3
Diperoleh x1
= 2 + 3 = 5 atau x2 = 2 – 3 = -1. Jadi himpunan penyelesaian adalah {-1, 5}
4.3.3 Rumus Persamaan Kuadrat.
Metode yang paling umum untuk menyelesaikan persamaan
kuadrat dengan menggunakann rumus kuadrat atau sering disebut rumus
abc.
Rumus kuadrat diperoleh dengan proses melengkapkan
kuadrat sempurna untuk persamaan kuadrat .
Prosesnya sebagai berikut:
Uraian di atas membuktikan berlakunya rumus kuadrat.
Misalkan a, b, c Î Â dan maka akar-akar
persamaan kuadrat ditentukan oleh:
Catatan:
x1,
x2 disebut akar-akar persamaan kuadrat
{x1,
x2} disebut himpunan penyelesaian dari persamaan kuadrat
b2
– 4ac disebut diskriminan, dan dinyatakan dengan D = b2 – 4ac.
Contoh
Carilah akar-akar persamaan
dari x2 – 4x – 5 = 0 dengan menggunakan rumus persamaan
kuadrat.
Penyelesaian
Persamaan x2 – 4x – 5 = 0 dengan a = 1, b =
-4, dan c = -5
= = = 2 ± 3
Diperoleh x1
= 2 + 3 = 5 atau x2 = 2 – 3 = -1. Jadi himpunan penyelesaian adalah {-1, 5}
4.3.4 Sifat-Sifat Persamaan Kuadrat
a.
Jenis
akar-akar persamaan kuadrat dikaitkan dengan nilai diskriminan
Jenis akar-akar persamaan kuadrat , ditentukan oleh nilai Diskriminannya (D) yaitu D =.
·
Jika
D > 0 : mempunyai dua akar real yang berbeda
Untuk D berupa bilangan kuadrat () akarnya rasional
Untuk D bukan berupa bilangan kuadrat akarnya
rasional
·
Jika
D = 0 : mempunyai dua akar real yang sama
·
Jika
D < 0 : akar-akarnya imajiner (khayalan)
Contoh
Tanpa menyelesaikan persamaan tentukan jenis
akar-akarnya !
Penyelesaian:
Û
=
= 25
=. Jadi mempunyai dua akar
berlainan dan rasional
b.
Rumus
jumlah dan hasil kali akar-akar persamaan kuadrat
Akar-akar persamaan
kuadrat adalah
atau
Jumlah dan hasil kali akar-akar ditentukan dengan
memanipulasi aljabar sbb:
1.
Jumlah
akar-akar persamaan kuadrat
2.
Hasil
kali akar-akar persamaan kuadrat
Pertidaksamaan Kuadrat
Pertidaksaman
yang berbentuk , , , atau dengan a, b, c bilangan real dan disebut pertidaksamaan kuadrat.
Nilai-nilai x yang memenuhi
pertidaksamaan tersebut dinamakan himpunan penyelesaian pertidaksamaan kuadrat.
Carilah himpunan penyelesaian
dari x2 – 3x + 2 > 0, x Î Â
Penyelesaian
x2 – 3x + 2 >0
Û x2 – 3x + 2 = 0
(langkah a)
Û (x – 1)(x – 2) = 0
Û x =
1 atau x = 2 (langkah b)
Dalam garis bilangan
+++++++ -------------- ++++++++ (langkah c)
1
2
Selesaiannya adalah x < 1 atau x > 2.
Akar-akar ini digambarkan pada garis bilangan. Daerah
pada garis bilangan diberi tanda (+) dan ( - ) sesuai dengan hasil perhitungan x2 – 3x + 2 sehingga diperoleh garis bilangan seperti
berikut.
+++++++ ------------ ++++++++ (langkah c)
1
2
Selesaiannya adalah x < 1 atau x > 2.
Jadi himpunan penyelesaian adalah {x½x < 1 atau x > 2}.
Catatan
Tanda
positif atau negative pada garis bilangan, diperoleh dengan memasukkan nilai
bilangan pada x2 – 3x + 2
Misalnya: Untuk
x = -1 maka (-1)2 – 3(-1) + 2 = +6
Untuk
x = 1,5 maka (1,5)2 – 3(-1,5) + 2 = -0,25
Untuk
x = 3 maka (3)2 – 3(3) + 2 = 1
Dengan sketsa
grafik fungsi kuadrat
Fungsi kuadrat yang ditentukan dengan rumus grafiknya berbentuk
parabbola dengan persamaan . Sketsa grafik parabola diperlihatkan pada
gambar berikut:
1.
Parabola
di atas sumbu x (y > 0) dalam selang x < -1 atau x > 4.
Jadi dalam selang x < -1
atau x > 4.
2.
Parabola
tepat pada sumbu x (y = 0) untuk nilai x = -1 atau x=4.
Jadi untuk nilai x = -1
atau x = 4.
3.
Parabola
di bawah sumbu x (y < 0) dalam selang – 1 < x < 4.
Jadi dalam selang – 1 <
x < 4.
LATIHAN 1
Jawablah
soal di bawah ini dengan benar!
Misalkan
A, B, dan C adalah sembarang himpunan, buktikan bahwa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jika A, B dan C adalah himpunan-himpunan
yang tidak kosong maka himpunan akan sama
dengan
a.
b.
c.
d.
7.
Jika P dan Q adalah dua himpunan yang
berpotongan, maka himpunan sama dengan
a.
P’ b.
P c. Q’ d. Q
8.
Jika maka pernyataan
yang benar adalah
a.
b.
c.
d.
9.
Pernyataan berikut yang benar adalah
a.
b.
c.
d.
Jika , maka dan
10. Himpunan
yang sama dengan himpunan A adalah
a.
b.
c.
d.
LATIHAN 2
Untuk
memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, silahkan Anda kerjakan
latihan berikut ini!
1.
Diketahui bahwa a = Siti sedang belajar,
dan b = Ani sedang memasak. Notasikan kalimat berikut dengan a dan b.
a.
Siti sedang belajar hanya apabila Ani
sedang memasak
b.
Jika Siti sedang belajar maka Ani tidak
sedang memasak
c.
Ani tidak sedang memasak apabila Siti
sedang belajar
d.
Siti tidak sedang belajar jhj Ani sedang
memasak
2.
Jika pernyataan-pernyataan a, b, dan c
berturut-turut mempunyai nilai kebenaran B, S, dan B, tentukan nilai kebenaran
dari pernyataan majemuk berikut ini!
a.
a Þ
b b. a Þ (b Ù
c) c. b Þ
~c d. ~a Þ b
e.
a Þ
(b Ú c) f. ~(a Ù
c) Þ b g. ~b Û
(a Ù c) h. (a Ú
b) Û c
Tentukan
pula pernyataan majemuk yang merupakan negasi dari pernyataan majemuk tersebut!
3.
Diketahui bahwa implikasi “p Þ q” bernilai S. Tentukan nilai kebenaran
dari pernyataan-pernyataan berikut ini!
a.
~p Þ
q b. p Þ ~q c.
q Þ p d. (p Ù q) Þ
~q
e.
p Þ (p Ú ~q) f.
~p Û q g. q Û
(p Ù ~p) h. (p Ù
q) Þ q
4.
Tuliskan negasi, konvers, invers, dan
kontrapositif dari implikasi berikut ini dan tentukan nilai kebenaran
masing-masing?
a.
Apabila 10 suatu bilangan prima maka 10
membagi habis 30
b.
Segi empat adalah suatu persegi hanya
apabila diagonal segi empat itu sama panjang
c.
Jika sisi-sisi yang berdekatan dari
suatu segi empat sama panjang maka segi empat itu adalah belah ketupat.
5.
Buatlah table nilai kebenaran dari
pernyataan –pernyataan majemuk berikut ini!
a.
[(p Þ
q) Ù ~q] Þ ~p
b.
[(p Þ
q) Ù ~p] Þ q
c.
[(p Þ
q) Ù (q Þ r)] Þ
(p Þ r)
LATIHAN
3
Untuk
meningkatkan pemahaman anda, silahkan selesaikan soal berikut dengan benar!
1.
Seorang biologiwan mengamati pertumbuhan
populasi protozoa tiap 2 hari dan diperoleh data dalam satuan ribuan sebagai berikut:
a.
Tuliskan fungsi yang tepat untuk
memodelkan pertumbuhan populasi protozoa tersebut.
b.
Tentukan populasi protozoa pada hari
ke-2, 4, 6, 8, 12 dan 14
c.
Sketsa grafik fungsi tersebut
2.
Keuntungan
penjualan pulsa dicatat tiap hari sebagai berikut
Hari
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
Laba
|
1.5
|
5
|
10.5
|
18
|
27.5
|
39
|
52.5
|
a.
Tentukan
rumus fungsi yang tepat untuk memetakkan hubungan antara hari dengan
keuntungan.
Tentukan keuntungan penjualan selama satu bulan.
LATIHAN 4
1.
Dengan
menggunakan pemfaktoran tentukan akar dari persamaan:
a.
x2 –
3x + 2 = 0
b.
x2 + 3x – 4 = 0
c.
2x2
– 3x – 5 = 0
2.
Dengan
melengkapkan kuadrat tentukan akar dari persamaan:
a.
x2
– 4x – 12 = 0
b.
b. x2 – 3x –
4 = 0
c.
c. 2x2 + 3x – 5
= 0
3.
Dengan
mengunakan rumus abc tentukan akar dari persamaan:
a.
x2
+ 4x – 21 = 0
b.
x2
– 3x + 2 = 0
c.
–2x2 + 3x – 1 = 0
4.
Tentukan himpunan penyelesaian dari
a.
x2
– 4x – 12 >
0
b. 2x2 – 3x – 5 ≤ 0
c. x2
– 3x + 2 ≥ 0
d.
x2 + 3x – 4 < 0